Friday 19 August 2016

Tentang Dirimu, Gunung, Langit, dan Fajar.

Bismillah


Kali ini ingin menulis tentangnya. Tentang dirinya yang selalu membersamai langkah kurang lebih sejak 1.095 hari yang lalu. Sejak pertemuan pertama yang seketika itu langsung dipeluknya. Sejak riuh gaduhnya zaman maba hingga sekarang di zaman mahasiswa tingkat akhir. Dia yang selalu berarak bersama awan melintas batas antara angan dan nyata. Menghenyakkan rasa dalam heningnya serupa malam membenamkan raga dalam lelapnya.


Kisah kali ini bukan pertama kali dirinya mengorbankan waktunya. Entah berapa kali terjaga di malam hari mengerjakan mading bersama, mengerjakan karya tulis ilmiah untuk lomba (yang sebenarnya 90 persennya dia yang kerja), entah berapa kali terjaga di malam hari untuk belajar bersama (yang sebenarnya diriku 70 persen tertidur ketimbang belajarnya), ikut liqo bersama, ikut ngaji di masjid dan...entah berapa kali dirinya mau menjadi ojek pribadi kemana saja dan kapan saja.

Mungkin bagian yang terakhir itu yang paling istimewa darinya. Dia itu cewek strong yang berani mengantar orang pulang malam-malam, di kota maupun di desa, ataupun melewati hutan-hutan, atau bahkan naik motor dari kota hingga ke gunung.


Suatu sore yang cerah tanggal 30 Juli 2016 di posko kelurahan Sumpang Binangae kabupaten Barru, si awan datang mendadak dan mendesaknya mengantar ke desa Bacu-bacu kecamatan Pujananting kabupaten Barru. Pokoknya harus pergi secepatnya, tidak bisa tidak. Urusan pekerjaan, biasa. Si awan terus menerus mendesak. Akhirnya dia mengalah dan kami memutuskan berangkat dari poskonya pukul 16.00. Cukup jauh perjalanan dari kota hingga ke batas kecamatan Pujananting, memakan waktu mungkin sekitar 40 menit. 

Kami tak hentinya menatap sekeliling dan berbisik Maasyaa Allah. Sawah-sawah dan bukit-bukit semakin jauh di bawah kami, berganti pemandangan pegunungan. Jalanan yang ditempuh semakin berkelok tiada habisnya. Kami mulai merapatkan rompi dan jaket. Angin dingin mulai merasuk hingga ke tulang. Jalanan yang kami lewati pun mulai berganti-ganti, dari jalanan aspal menjadi jalanan beton kasar hingga jalanan berbatu. Kami mulai menghela napas ketika tiba di jalanan berbatu-batu yang kadang terjal menurun kadang pula menanjak curam. Jika tidak berhati-hati mungkin bisa saja fraktur tulang belakang. Menyerah dengan guncangan jalanannya, aku memutuskan turun dari motor dan membantunya mendorong motor dari belakang. Ada mungkin sekitar 3 kali motornya kandas di tanjakan berbatu-batu itu. 

Ketika kami tiba di posko desa Bacu-bacu, matahari nyaris terbenam dan akhirnya kami memutuskan menginap melihat jalanan mengerikan tadi yang tidak mungkin dilewati kalau pulang larut malam. 



Malam yang indah di Bacu-bacu, langit bercahaya dengan kemilau bintang. Meskipun dinginnya tak terbantahkan, merasuk hingga ke tulang, yang akhirnya kami harus merapatkan selimut pinjaman dari koordes Bacu-bacu. 

Esok harinya usai sholat shubuh kami memutuskan jalan-jalan bersama 2 orang teman kami dari posko desa Bacu-bacu, atau lebih tepatnya mendaki, padahal perut masih kosong yahh .__. Beberapa lama kemudian dengan napas sedikit ngos-ngosan kami sampai di puncak bukit dekat gunung Coppo Tille, yang kabarnya adalah gunung tertinggi di kabupaten itu. Semua kelelahan dan hawa dingin yang merasuk terbayarkan oleh rasa syukur yang menyeruak hangat melihat panorama dari kanvasNya yang sungguh nyata indahnya di hadapan kami. Maasyaa Allah.










Jazaakillahu khoiro Tam, untuk... Semua ketulusan yang selalu menyeruak di sela-sela waktuNya. Tenaga dan waktu berharga yang selalu kamu korbankan untuk orang paling merepotkan sedunia ini. Dan kesempatan untuk mengenal dan menghabiskan waktu bersamamu.

31 Juli 2016
Catatan awan kecil
di hadapan panorama Gunung Coppo Tille, Barru













Monday 15 August 2016

Malam bersama Jingga

Kepadamu Jingga

Terima kasih telah terjaga demi menyelesaikan tulisanmu untukku. 
Ternyata dirimu masih bandel seperti dulu. 

Meski kita tak lagi menatap awan dan langit berbintang yang sama, kuyakin dirimu sedang terjaga memeluk rindu yang sama sepertiku.

Kopi durian akhirnya membuatku untuk pertama kalinya bisa terjaga sepanjang liburan ini. Setidaknya takdir memang sudah berkehendak mempertemukan awan dan senja dalam malamnya. Setidaknya jingga tak lagi melewatkan malam dengan padang matinya sendirian. 

Hey, tidurlah.
Besok ngantor kan.

02.51 dini hari
Yang menyayangimu,
Awan Putih yang masih terjaga