Monday 27 August 2012

Hati yang Menyayangi Kalian karena Allah

Bismillaahirrohmaanirrohiim...


Dari Umar bin Khattab R.A pernah berkata, "Nabi SAW bersabda, 'Dari sebagian hamba-hamba Allah, ada sejumlah orang yang bukan dari golongan Nabi dan golongan syuhada. Di hari kiamat nanti para nabi dan syuhada akan iri kepada mereka, karena tempat mereka (dekat) dari Allah Ta'ala.'

Para shahabat berkata, 'Ya Rasulullah! Beri kabar kami, siapakah mereka?'

Nabi SAW bersabda, 'Mereka kaum yang saling mencintai karena ruh Allah, bukan karena kerabat antara mereka, juga bukan karena harta yang mereka dapatkan. Demi Allah, wajah-wajah mereka niscaya bercahaya. Dan sungguh mereka di atas cahaya. Mereka tidak takut; ketika orang-orang sama takut. Dan mereka tidak susah; ketika orang-orang sama susah.'
Dan Nabi SAW membaca ayat ini (QS. Yunus: 62): 'Ingatlah, sesungguhnya kekasih-kekasih Allah, tiada khawatir atas mereka, dan tiada susah mereka.'" [HR. Abu Dawud Juz 9 No. 3060]


“Hhh..!” ia dan aku terkesiap dengan gaya yang berlebihan. “Eh salah, harusnya assalaamu’alaikum, haduuh gimana sih...! Oh tidaaak—dibilang jangan cium tangan! Eh, minta kue dong... Hehehe...” itu candaannya yang paling kuhapal. ***

“Adeek...!” Sekitarku gelap. Oh, ternyata dalam sekejap aku sudah berada dalam dekapannya yang erat. Ah, aku seperti dipeluk oleh orang kesurupan. Hahaha, selalu begitu dalam setiap perjumpaan dengan yang satu ini. “Kak, kita baru dua hari tidak bertemu tapi sudah seperti tidak ketemu setahun...!” Namun pelukan itu selalu menjadi sesuatu yang kurindukan. ***

Matanya berbinar-binar dan wajahnya tampak bercahaya mengiringi langkahnya yang riang sambil memeluk Qur’an besarnya di dadanya. Lantas duduk menjeplak di hadapanku dan berkata, “Amal sholeh dong... Manqulkan... Keterangannya surah ini...” Lalu aku kaget—tapi tersenyum dan tiba-tiba ada sesuatu yang bermekaran indah di hatiku. ***

“Amal sholeh, saya titip ini... buat Anty...” kataku sambil menyerahkan sesuatu.

Dua pulpen istimewa berlilitkan benang untuk dua peneduh hariku
“Eh, Anty—mana Anty?”

“Bukaaan... Titip, titip...!”

“Ooh.. Titip.., Sip!” lalu tertegun melihat apa yang kuberikan.
“Siapa buat ini?” untuk pertama kalinya tersenyum dengan sebuah senyum yang belum pernah kulihat...seindah itu.

“Saya... Hehe... Amal sholeh, titip. Itu juga ada kubikin buat kau. Kan kalian mau pergi.”

“Pergi? Kau mau pergi ke mana?” tanyanya bingung.

“Haduuuh... Bukaaan... Kau kaan, yang mau pergi!” aku menepuk jidat. Parah nih, pendengarannya.

“OH... Saya! OH,.. oh...” teriaknya sambil menepuk jidat juga.
“Oke deh,  thank y—eh salah, alhamdulillah...Jazaa killahu khoiro...”

“Aamiiin...” jawabku riang lalu berbalik melesat pergi.

****


Teruntuk Para Peneduh Hari...

Assalaamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh wamaghfirotuh.

Bagaimana kabar kalian? Kabarku di sini baik-baik saja—sampai kalian pergi mengepakkan sayap-sayap kalian meninggalkanku di sini, bersama keping-keping kenangan yang berserakan.

Monday 20 August 2012

Merenungi Makna di Setiap Jejak

Bismillah
Hidup tidaklah hanya untuk mencari pencapaian jati diri, melainkan juga untuk merenungi makna di setiap jejaknya. Jejak yang telah terlukis tak akan sekedar menjadi bekas dalam setiap relung-relung memori di dalam kepala kita. Tak sekedar menjadi keping film kecil yang terekam abadi dalam sudut-sudut hati. Pun juga tak hanya menjadi penghias dalam lembaran-lembaran kenangan yang terekat rapi, melainkan lebih dari itu. Ya... Untuk direnungi makna dari setiap sentinya.

Indah tak dikata adalah saat mendapatkan anugerah dariNya berupa beribu laksa rasa yang tersingkap di balik gumpalan-gumpalan kisah dalam hari kemenangan kemarin...

merenungi makna di setiap jejak lembar kehidupan

Friday 10 August 2012

Thursday 9 August 2012

Lilin yang Tak Padam


Lilin itu dinyalakan olehnya. 
Ia yang telah jauh sekali kukenal. 
Waktu telah mengantarkan diriku untuk tidak lagi melihatnya. 
Namun nyala api yang pernah disulutnya hingga kini tak pernah padam. 
Sekali pun, badai hatiku tak mampu meniup nyala api itu. 
Hujan batinku tak mampu memadamkan cahayanya. 
Hingga detik ini lilin itu tetap berdiri di hatiku dengan nyala kecil di atas sumbunya.